1. Pembangunan
Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan dan pertumbuhan ke arah perbaikan yang berorientasi pada modernitas, nation building dan kemajuan sosial ekonomis. Strategi pembangunan yang hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi dengan mengejar peningkatan GNP (Gross National Product) saja ternyata tidak dapat mngatasi masalah-masalah dasar pengangguran dan kemiskinan. Karena itu kemudian banyak negara yang mengimbangi strategi pertumbuhan tersebut dengan usaha pemerataan pembangunan dan pemenuhan kebutuhan pokok (Syamsi, 1986).
Pembangunan biasanya diartikan sebagai kapasitas dari suatu perekonomian nasional yang kondisi awalnya lebih kurang statis dalam jangka waktu yang cukup lama, untuk berupaya menghasilkan dan mempertahankan kenaikan tahunan produk nasional brutonya per tahun 5-7 persen atau lebih. Sebuah indeks ekonomi yang umum dipakai untuk mengetahui kemajuan pembangunan ekonomi adalah penggunaan tingkat pertumbuhan GNP perkapita, agar dapat memperhitungkan kemampuan suatu negara untuk mengembangkan outputnya pada tingkat yang lebih tinggi daripada tingkat pertumbuhan penduduknya. Peringkat dan tingkat pertumbuhan GNP perkapita riil (yaitu pertumbuhan GNP perkapita secara moneter dikurangi tingkat inflansi) biasanya digunakan untuk mengukur kesejahteraan ekonomi penduduk dalam arti luas yaitu jumlah barang dan jasa riil yang tersedia bagi konsumen dan investasi masyarakat (Todaro, 1998).
Perencanaan pembangunan yaitu suatu usaha pemerintah untuk mengkoordinasikan semua keputusan ekonomi dalam jangka panjang untuk mempengaruhi secara langsung serta mengendalikan pertumbuhan variable-variabel ekonomi yang penting (penghasilan, konsumsi, lapangan kerja, investasi, tabungan, ekspor-impor, dan lain sebagainya). Suatu negara dalam rangka mencapai suatu keputusan pendahuluan mengenai tujuan-tujuan pembangunan. Rencana ini bisa bersifat komprehensif (multi sektoral), bisa bersifat parsial (lokal). Rencana yang bersifat komprehensif targetnya semua aspek penting yang menyangkut perekonomian nasional, sedangkan yang parsial meliputi sebagian dari ekonomi nasional seperti pertanian, perindustrian, sektor pemerintah, sektor swasta, dan lain sebagainya (Suryana, 2000).
Pembangunan memiliki arti ganda. Makna pertama adalah pembangunan yang lebih memberikan perhatian pada pertumbuhan ekonomi. Makna pertama ini lebih memfokuskan pada jumlah (kuantitas) produksi dan penggunaan sumber-sumber. Keberhasilan pembangunan dari perspektif ini dilihat dari tingginya angka Produk Domestik Bruto (PDB). Makna kedua adalah bahwa pembangunan itu lebih memusatkan kepada perubahan dalam distribusi barang-barang dalam esensi hubungan sosial. Dalam perspektif ini fokus perhatian adalah pada pembangunan sosial (social development) dimana fokusnya pada pembangunan distribusi kualitatif dalam strukktur masyarakat melalui penghapusan diskriminasi, eksploitasi dan penciptaan dan jaminan untuk memperoleh kesempatan yang sama dan distribusi yang adil dari manfaat pertumbuhan ekonomi diantara masyarakat. Prinsipnya adalah bahwa masyarakat harus diberikan kesempatan untuk mengidentifikasi masalah mereka sendiri, serta merumuskan pemecahan masalah dan menerapkan solusi yang mereka pilih (Sudharto, 2001).
Pembangunan yang dilaksanakan berhasil agar mencapai sasarannya, harus ditunjang oleh penyusunan rencana yang komprehensif dan terarah. Penyusunan rencana atau perencanaan itu merupakan suatu alat atau cara untuk mencapai sasaran dan tujuan pembangunan yang telah ditetapkan dengan baik. Dengan perencanaan diharapkan terdapat suatu pengarahan dan pedoman pelaksanaan kegiatan untuk mencapai tujuan pembangunan. Dengan perencanaan dilakukan suatu perkiraan (forecasting) mengenai potensi, prospek, hambatan dan resiko yang dihadapi. Dengan perencanaan memberikan kesempatan untuk memilih berbagai alternatif yang terbaik (the best alternative) dan memilih kombinasi yang terbaik (the best combination) (Adisasmita, 2006).
2. Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara dan pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu negara. pembangunan ekonomi diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk meningkat dalam jangka panjang (Djojohadikusumo, 1994).
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth), pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi (Anonim, 2007).
Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan. Dari definisi tersebut, pembangunan pertanian dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang ditujukan untuk selalu menambah produksi pertanian untuk setiap konsumen yang sekaligus menambah modal dan skill untuk memperbesar turut campur tangannya manusia di dalam perkembangan tumbuh-tumbuhan dan hewan (Arsyad, 2005).
Secara umum pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan tingkat hidup dan menaikkan mutu hidup rakyat. Mutu hidup dapat diartikan sebagai derajat dipenuhinya kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar esensial untuk kehidupan kita ini terdiri atas tiga bagian, yaitu : 1) kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup hayati; 2) kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup manusiawi; 3) derajat kebebasan untuk memilih. Aktivitas pembangunan ekonomi cenderung terfokus pada pengeksploitasian sumberdaya alam untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat tanpa melakukan tindakan nyata dalam melakukan konservasi terhadap bahan baku ini (Aswandi & Mudrajad, 2002).
Proses pembangunan ekonomi biasanya akan diikuti dengan terjadinya perubahan dalam struktur permintaan domestik, struktur produksi serta struktur perdagangan internasional. Proses perubahan ini seringkali disebut dengan proses alokasi. Kejadian adanya perubahan struktur ini akibat adanya interaksi antara akumulasi dan proses perubahan konsumsi masyarakat yang terjadi akibat adanya peningkatan pendapatan per kapita. Dalam pembangunan ini, sektor pertanian masih diharapkan memberikan sumbangan yang berarti dalam peningkatan pendapatan nasional terutama dalam penyediaan lapangan kerja dan penyediaan bahan pangan (Ropingi dan Listiarini, 2004).
3. Pembangunan Daerah
Pembangunan daerah dan regional sebagai bagian dari pembangunan nsional perlu diselaraskan secara terpadu dengan pembangunan sektor lain dan pembangunan daerah secara holistik. Namun demikian mengingat bahwa SDA (Sumber Daya Alam) sebagai sistem penyangga kehidupan yang mempunyai kedudukan, fungsi dan peran yang sangat penting bagi hidup dan kehidupan, maka pembangunan sektor lain menyebabkan perubahan, peruntukan dan kemanfaatan sumber daya yang berdampak penting, bercakup luas, atau bernilai strategis harus dilakukan secara cermat dan koordinatif (Christanto, 2002).
Pembangunan daerah sangat erat kaitannya dengan proses desentralisasi pembangunan yang berkembang pada saat ini. Dalam GBHN 1993 ditegaskan bahwa pembangunan daerah perlu senantiasa ditingkatkan agar laju pertumbuhan antar daerah semakin seimbang dan serasi sehingga pelaksanaan pembangunan nasional serta hasil-hasilnya semakin merata di seluruh Indonesia. Selanjutnya ditegaskan pula bahwa pembangunan daerah perlu dilaksanakan secara terpadu, selaras, serasi dan seimbang serta diarahkan agar pembangunan yang berlangsung di setiap daerah sesuai dengan prioritas dan potensi daerah (Tjiptoherijanto, 1997).
Di bidang pembangunan daerah terjadi perubahan yang cukup mendasar pada tata pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan dari sentralisasi menjadi desentralisasi. Pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota melakukan terobosan-terobosan sesuai dengan kewenangannya. Pemerintah daerah melakukan reorganisasi kelembagaan, penempatan sumber daya manusia aparatur Pemda, pengolahan keuangan daerah, dan pengembangan kapasitas anggota legislatif di daerah. Beberapa daerah secara aktif mengembangkan kawasan strategis dan cepat tumbuh. Dengan keterbatasan yang ada, beberapa wilayah tertinggal di sejumlah daerah ditangani melalui peningkatan akses terhadap sarana dan prasarana fisik, sosial, ekomomi, SDM, dan kelembagaan; berbagai pembangunan sarana dan prasarana serta usaha ekonomi produktif berbasis kelompok masyarakat dikembangkan di perdesaan dan perkotaan; berbagai program pembangunan dilanjutkan, termasuk program penciptaan lapangan kerja dan penanggulangan kemiskinan di perdesaan dan perkotaan. Rehabilitasi lingkungan permukiman kumuh di perkotaan diteruskan; serta berbagai peraturan pelaksanaan dalam pengelolaan pertanahan dan tata ruang diselesaikan dan dilaksanakan secara berkesinambungan (Anonim, 2005).
Beberapa kata kunci yang perlu diberikan penekanan pada pembangunan daerah adalah: (1) pembangunan daerah disesuaikan dengan prioritas dan potensi masingmasingdaerah; dan (2) adanya keseimbangan pembangunan antar daerah. Kata kunci pertama mengandung makna pada kesadaran pemerintah untuk melakukan desentralisasi pembangunan terutama berkaitan dengan beberapa sektor pembangunan. Kata kunci kedua mengandung makna pada adanya kenyataan bahwa masing-masing daerah memiliki potensi baik alam, sumber daya manusia maupun kondisi geografis yang berbeda-beda yang menyebabkan peran pemerintah pusat sebagai “pengatur kebijaksanaan pembangunan nasional” tetap diperlukan agar timbul keselarasan, keseimbangan dan keserasian perkembangan semua daerah baik yang memiliki potensi yang berlebihan maupun yang kurang memiliki potensi (Anonim, 2007).
Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia, kelembagaan dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi (Arsyad, 2009).
Peranan pemerintah daerah sangat penting dalam kegiatan percepatan pembangunan daerah tertinggal. Peranan yang diberikan selain dalam bentuk sarana dan prasarana baik itu yang berupa sarana fisik maupun subsidi langsung, yang juga tidak kalah pentingnya adalah pemerintah daerah juga harus memberikan bimbingan teknis dan non teknis secara terus menerus kepada masyarakat yang sifatnya mendorong dan memberdayakan masyarakat agar mereka dapat merencanakan, membangun, dan mengelola sendiri prasarana dan sarana untuk mendukung upaya percepatan pembangunan di daerah tertinggal serta melaksanakan secara mandiri kegiatan pendukung lainnya. Daerah juga perlu mendorong terjadinya koordinasi dan kerjasama antar wilayah yang melibatkan dua atau lebih wilayah yang berbeda (Nisa, 2011).
4. Pembangunan Pertanian
Pertanian merupakan basis perekonomian Indonesia. Walaupun sumbangsih sektor pertanian dalam perekonomian diukur berdasarkan proporsi nilai tambahnya dalam membentuk produk domestik bruto atau pendapatan nasional tahun demi tahun kian mengecil, hal itu bukanlah berarti bahwa nilai dan peranannya semakin tidak bermakna. Nilai tambah sektor pertanian dari waktu ke waktu tetap selalu meningkat. Kecuali itu, peranan sektor ini dalam menyerap tenaga kerja tetap terpenting. Mayoritas penduduk Indonesia sebagian besar tinggal di pedesaan hingga saat ini masih menyadarkan mata pencahariannya pada sektor pertaniaan (Dumairy, 1997).
Pembangunan di sektor pertanian dalam arti luas akan terus ditingkatkan dengan tujuan meningkatkan produksi dan memantapkan swsembada pangan, meningkatkan pendapatan para petani, memperluas kesempatan kerja, memenuhi kebutuhan industri akan bahan baku dan untuk meningkatkan ekspor. Dalam rangka mendukung semakin terwujudnya keseimbangan antar industri dan pertanian. Dalam struktur ekonomi nasional, usaha pembangunan dan pengembangan sektor industri terutama agroindustri, juga terus didorong. Iklim usaha yang lebih mendorong partisipasi swasta dalm kegiatan pembagunan akan diusahakan melalui pemberian informasi dan kemudahan (Rasahan, 1999).
Pembanguan pertanian harus mampu memanfaatkan secara maksimal keunggulan sumber daya wilayah dan dapat berkelanjutan, maka kebijaksanaan pembangunan pertanian harus dirancang dalam perspektif ekonomi wilayah. Pembangunan pertanian dalam konteks wilayah semakin relevan dengan berlakunya Undang-undang No. 22 dan 25 tahun 1999, yang kemudian dijabarkan dalam PP No. 2 tahun 2000. Dalam kebijaksanaan pembangunan pertanian saat ini dirancang secara implisit dalam perspektif ekonomi wilayah. Hal ini terlihat jelas dari peranan daerah dalam merencanakan dan mengimplementasikan program-program (Sudaryanto, et al., 2002).
Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Tujuan utama pembangunan pertanian adalah untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui peningkatan produksi dan pendapatan. Dengan meningkatnya produksi diharapkan pendapatan petani dapat meningkat pula sehingga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti modal kerja dan investasi (Sutarto, 2008).
Pembangunan pertanian memasuki milenium ketiga dihadapkan kepada perubahan lingkungan strategis baik yang bersifat eksternal (globalisasi) maupun internal. Kemampuan produk pertanian domestik di pasar global menghadapi tantangan yang semakin komplek, karena landasan pembangunan ekonomi yang dibangun selama ini mengalami kemunduran akibat dari adanya krisis yang berkepanjangan (Simatupang & Syafa’at, 2010).
5. Otonomi Daerah
Otonomi daerah sebagai kebebasan dan kemandirian satuan pemerintahan lebih rendah unutk mengatur dan mengurus sebagian urusan pemerintahan. Urusan pemerintahan yang boleh diatur dan diurus secara bebas dan mandiri itu menjadi atau merupakan urusan rumah tangga satuan pemerintahan yang lebih rendah tersebut. Kebebasan dan kemandirian merupakan hakekat otonomi daerah (Munan, 2003).
Tujuan yang hendak dicapai dalam ekonomi daerah antara lain menumbuhkembangkan daerah dalam berbagai bidang, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, menumbuhkembangkan kemandirian daerah dan meningkatan daya saing daerah dalam proses pertumbuhan. Dengan demikian dampak pemberian otonomi itu tidak hanya terjadi pada organisasi/administratif lembaga pemerintahan saja, akan tetapi berlaku juga pada masyarakat (public), badan/lembaga swasta dalam berbagai bidang (Widjaja, 2004).
Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan otonomi daerah dipengaruhi oleh faktor-faktor yang meliputi kemampuan si pelaksana, kemampuan dalam keuangan, ketersediaan alat dan bahan, dan kemampuan dalam berorganisasi (Anonim, 2011)
Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.22 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1995 yang mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Kebijakan ini merupakan tantangan dan peluang bagi pemerintah daerah untuk mengelola sumber daya yang dimiliki secara efektif dan efisien. Bagi daerah-daerah yang memiliki sumber daya yang dapat diandalkan, baik SDM maupun SDA, kebijakan ini disambut baik, mengingat lepasnya campur tangan pemerintah akan memberikan kesempatan yang lebih cepat untuk meningkatkan kesejahteraannya. Hakikat otonomi adalah adanya kewenangan daerah bukan pendelegasian. Daerah tidak lagi menjalankan instruksi pemerintah pusat, tetapi benar-benar mempunyai keleluasaan untuk meningkatakan kretivitas dalam mengembangkan potensi yang selama era sentralisasi bisa dikatakan terpasung (Adi, 2005).
Dalam kerangka pembangunan ekonomi daerah, desentralisasi ekonomi bukan sekedar pembagian keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, tetapi paling tidak harus diterjemahkan dalam tiga aspek perubahan penting. Pertama, pendaerahan pengelolaan pembangunan ekonomi (perencanaan, pembiayaan, pelaksanaan, dan evaluasi). Kedua, swastanisasi pelaksanaan pembangunan ekonomi. Kegiatan ekonomi yang dapat dilaksanakan oleh rakyat atau swasta harus diserahkan kepada rakyat atau swasta. Ketiga, organisasi dan kelembagaan pembangunan ekonomi juga harus mengalami perubahan. Sehingga diberlakukan otonomi daerah (Syahrani, 2001).
6. Analisis Shift Share
Analisis shift share digunakan untuk menganalisis dan mengetahui pergeseran dan peranan perekonomian di daerah. Metode itu dipakai untuk mengamati struktur perekonomian dan pergeserannya dengan cara menekankan pertumbuhan sektor di daerah, yang dibandingkan dengan sektor yang sama pada tingkat daerah yang lebih tinggi atau nasional. Analisis tersebut dapat digunakan untuk mengkaji pergeseran struktur perekonomian daerah dalam kaitannya dengan peningkatan perekonomian daerah yang bertingkat lebih tinggi. Perekonomian daerah yang didominasi oleh sektor yang lamban pertumbuhannya akan tumbuh di bawah tingkat pertumbuhan perekonomian daerah di atasnya. Data yang biasa digunakan untuk analisis shift-share adalah pendapatan per kapita (Y/P), PDRB (Y) atau Tenaga kerja (e) dengan tahun pengamatan pada rentang waktu tertentu, misalnya 1997–2002 (Arsyad, 1992).
Pertumbuhan ekonomi dan pergeseran struktural suatu perekonomian daerah ditentukan oleh tiga komponen:
a. Provincial share (Sp), yang digunakan untuk mengetahui pertumbuhan atau pergeseran struktur perekonomian suatu daerah (kabupaten/kota) dengan melihat nilai PDRB daerah pengamatan pada periode awal yang dipengaruhi oleh pergeseran pertumbuhan perekonomian daerah yang lebih tinggi (provinsi). Hasil perhitungan tersebut akan menggambarkan peranan wilayah provinsi yang mempengaruhi pertumbuhan perekonomian daerah kabupaten. Jika pertumbuhan kabupaten sama dengan pertumbuhan provinsi maka peranannya terhadap provinsi tetap.
2. Proportional (Industry-Mix) Shift adalah pertumbuhan Nilai Tambah Bruto suatu sektor i dibandingkan total sektor di tingkat provinsi.
3. Differential Shift (Sd), adalah perbedaan antara pertumbuhan ekonomi daerah (kabupaten) dan nilai tambah bruto sektor yang sama di tingkat provinsi. Suatu daerah dapat saja memiliki keunggulan dibandingkan daerah lainnya karena lingkungan dapat mendorong sektor tertentu untuk tumbuh lebih cepat
(Kuncoro, 1999).
Kedua komponen shift share yaitu Sp dan Sd share memisahkan unsur-unsur pertumbuhan regional yang bersifat eksternal dan internal. Sp merupakan akibat pengaruh unsur-unsur eksternal yang bekerja secara nasional (provinsi). Sedangkan Sd adalah akibat dari pengaruh faktor-faktor yang bekerja di dalam daerah yang bersangkutan (Richardson, 1991). Apabila nilai Sd dan Sp positif maka sektor yang bersangkutan dalam perekonomian daerah menempati posisi yang baik untuk daerah yang bersangkutan. Sebaliknya, bila nilainya negatif maka perekonomian daerah sektor tersebut masih dapat diperbaiki, antara lain dengan membandingkannya terhadap struktur perekonomian provinsi. Sektor-sektor yang memiliki differential shift (Sd) positif memiliki keunggulan komparatif terhadap sektor yang sama di daerah lain. Selain itu, sektor-sektor yang memiliki Sd positif berarti bahwa sektor tersebut terkonsentrasi di daerah dan mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan daerah lainnya. Apabila Sd negatif maka tingkat pertumbuhan sektor tersebut relatif lamban (Richardson, 1991).
Langkah yang harus dilakukan dalam proses analisis shift share yaitu menghitng ri, Ri dan Ra. Besaran dari nilai Ra merupakan besaran yang menunjukkan adanya pengaruh kebijakan regional terhadap perubahan PDRB setiap sektor di tiap Kabupaten, dan besaran Ri menunjukkan pengaruh dari sektor satu dengan yang lain terhadap perubahan pertumbuhan PDRB pada sektor perekonomian di wilayah propinsi, sedangkan nilai ri menunjukkan adanya pengaruh sektor perekonomian pada suatu wilayah satu dengan lainnya dalam regional yang sama. Metode ini menganalisis pergeseran struktur perekonomian wilayah perencanaan dalam hubungannya dengan perekonomian yang lebih tinggi tingkatannya (Ropingi dan Listiarini, 2003).
Langkah yang harus dilakukan dalam proses analisis shift share yaitu menghitng ri, Ri dan Ra. Besaran dari nilai Ra merupakan besaran yang menunjukkan adanya pengaruh kebijakan regional terhadap perubahan PDRB setiap sektor di tiap Kabupaten, dan besaran Ri menunjukkan pengaruh dari sektor satu dengan yang lain terhadap perubahan pertumbuhan PDRB pada sektor perekonomian di wilayah propinsi, sedangkan nilai ri menunjukkan adanya pengaruh sektor perekonomian pada suatu wilayah satu dengan lainnya dalam regional yang sama. Metode ini menganalisis pergeseran struktur perekonomian wilayah perencanaan dalam hubungannya dengan perekonomian yang lebih tinggi tingkatannya (Ropingi dan Listiarini, 2003).
Keunggulan analisis shift share antara lain :
a. Memberikan gambaran mengenai perubahan struktur ekonomi yang terjadi, walau analisis shift share tergolong sederhana.
b. Memungkinkan seorang pemula mempelajari struktur perekonomian dengan cepat.
c. Memberikan gambaran pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur dengan cukup akurat.
Sedangkan kelemahan analisis shift-share, yaitu :
a. Hanya dapat digunakan untuk analisis ex-post.
b. Masalah benchmark berkenaan dengan homothetic change, apakah t atau (t+1) tidak dapat dijelaskan dengan baik.
c. Ada data periode waktu tertentu di tengah tahun pengamatan yang tidak ter-ungkap.
d. Analisis ini sangat berbahaya sebagai alat peramalan, mengingat bahwa regional shift tidak konstan dari suatu periode ke periode lainnya.
e. Tidak dapat dipakai untuk melihat keterkaitan antarsektor.
f. Tidak ada keterkaitan antar daerah
(Anonim, 2009).